
Setiap nama adalah doa, dan setiap tempat menyimpan cerita. Begitu pula dengan Desa Yungyang, sebuah nama yang mungkin terdengar sederhana namun menyimpan jejak sejarah panjang yang dimulai dari era kerajaan, kisah para leluhur, hingga terbentuknya sebuah pemerintahan desa yang mandiri.
Asal-Usul Nama Yungyang Berawal dari Peristiwa Seorang Senopati
Kisah nama Yungyang berakar dari sebuah peristiwa dramatis yang terjadi sekitar abad ke-16. Menurut cerita tutur yang diwariskan dari generasi ke generasi, nama ini berasal dari kata "Uyung-uyungan", sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang berarti pingsan atau kehilangan kesadaran.
Konon, pada masa itu, seorang Senopati gagah berani dari Kerajaan Pajang bernama Kudo Sari sedang melintasi wilayah ini. Dalam perjalanannya, beliau mengalami sebuah insiden hingga terjatuh dari kudanya dan pingsan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, masyarakat sekitar menamai daerah tempat sang senopati jatuh itu sebagai "Yungyang".
Jauh sebelum itu, wilayah ini juga telah dihuni oleh para leluhur yang dihormati, di antaranya adalah Ki Bromo Geni dan Ki Bromo Banyu, yang babat alas atau membuka lahan pertama di kawasan ini.
Era Baru Dimulai Dengan Penyatuan Empat Dusun
Meskipun cikal bakalnya sudah ada sejak zaman kerajaan, bentuk Desa Yungyang yang kita kenal sekarang baru terbentuk secara utuh pada tahun 1917. Pada tahun bersejarah tersebut, empat dusun yang sebelumnya berdiri sendiri-sendiri, yaitu Dusun Yungyang, Dusun Ngembes, Dusun Guwo, dan Dusun Mejeruk, dilebur menjadi satu kesatuan wilayah administrasi di bawah satu kepemimpinan.
Penyatuan ini menjadi tonggak awal berdirinya Pemerintahan Desa Yungyang yang mandiri dan terstruktur.
Jejak Pembangunan Para Pemimpin Desa
Sejak bersatu, Desa Yungyang terus berkembang di bawah kepemimpinan para kepala desa yang silih berganti menorehkan jejak pembangunan. Beberapa di antaranya yang tercatat dalam sejarah adalah:
-
Bapak Rasimin (1917-1955) : Sebagai salah satu kepala desa pertama, beliau berhasil menjaga persatuan empat dusun yang baru saja bergabung.
-
Bapak Jaelan (1957-1977) : Pada masanya, dibangunlah infrastruktur vital seperti Waduk Ngembes untuk pengairan dan jalan-jalan penghubung antar dusun.
-
Bapak Taseran (1977-1990) : Pembangunan difokuskan pada fasilitas publik, ditandai dengan berdirinya Balai Desa dan dua gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN).
-
Bapak Siwi (1990-2006) : Fasilitas kesehatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas dengan dibangunnya Polindes, gedung PKK, serta Waduk Yungyang.
-
Bapak Marwoto (2007 - 2019) : Pembangunan terus dilanjutkan dengan modernisasi infrastruktur seperti pembangunan MCK, pengaspalan jalan, hingga pengerukan waduk untuk menjaga fungsinya.
- Bapak Suharto (2019 - Sekarang) :
Dari sebuah peristiwa seorang senopati hingga menjadi desa yang terus membangun, sejarah Desa Yungyang adalah bukti dari semangat gotong royong dan kepemimpinan yang berkelanjutan. Kisah ini adalah warisan berharga yang patut diketahui oleh setiap generasi penerus di Desa Yungyang.